Senyawa hidrida adalah senyawa biner dari hidrogen yang terbentuk dari ion negatif hidrogen (H-). Hidrida biner dikelompokkan kedalam empat (4) golongan berdasarkan posisi unsurnya dalam tabel periodik dan karekteristik ikatannya yaitu hidrida salin (ionik), hidrida molekuler (kovalen), hirida interstisi (metalik), dan hidrida peralihan. Namun terdapat juga senyawa hidrida yang tidak membentuk senyawa biner yaitu senyawa kompleks hidrida molekuler yang dikoordinasikan oleh ligan penstabil, seperti karbonil (CO), fosfin tersier (PR3 ), atau siklopentadienil (C5H5).
Penggolongan hidrida biner :
a. Hidrida salin (ionik)
Hidrida salin adalah senyawa hidrida yan terbentuk dari logam-logam yang sangat elektropositif yaitu golongan IA dan IIA atau dengan logam-logam di blok s (kecuali Be dan Mg). Hidrogen bereaksi dan bertindak sebagai aceptor elektron membentuk ion H- (biloks H = -1). Hidrida-hidrida ionik merupakan zat padat yang tidak berwarna (putih), sukar menguap, dan membentuk kisi ionik seperti garam atau kristal yang berbentuk kubus, atas dasar inilah hidrida ini dikatakan hidrida salin. Hidrida ini juga membentuk ikatan berupa ikatan ionik. Dalam keadaan lebur terurai secara perlahan. Elektrolisis leburannya menghasilkan logam dan gas H2.
Li+ + e → Li dan 2H- → H2 + 2e
Reaksi hidrida ionik dengan air membentuk basa OH- dan gas H2, dengan amoniak membentuk amida NH2- dan gas H2, dengan CO2 membentuk formiat HCOO-, sedangkan dengan CO membentuk formiat dan karbon.
Contoh : LiH (Litium Hidrida), CaH2 (Kalsium Hidrida), LiAlH4 (Litium Tetrahidridaaluminat), NaBH4 (Natrium Tetrahidroborat).
b. Hidrida molekuler (kovalen)
Hidrogen membentuk senyawa hidrida kovalen dengan unsur-unsur nonlogam dan dengan logam elekropositif rendah pada golongan IVA, VA, VIA, dan VIIA atau dengan unsur blok p golongan 13-17 (kecuali Al, Bi dan Po) yang berikatan secara kovalen.
Molekul-molekul hidrida kovalen terikat dengan gaya van der waals lemah, oleh karena itu senyawa ini biasanya berupa gas, cairan, atau padatan dengan titik leleh dan titik didih rendah. Ke stabilan hidrida kovalen berkurang dari atas ke bawah dalam satu golongan.contoh : kestabilan NH3 > PH3 > AsH3 > SbH3 > BiH3. Adapun contoh lain dari senyawa hidrida molekuler adalah CH4, H2O, HF, B2H6,SiH4, dan H2S.
c. Hidrida interstisi (metalik)
Hidrida dengan logam-logam transisi blok d (kecuali Cr, Ni dan Pb) membentuk senyawa hidrida yang bersifat non-soikiometrik dan berikatan logam. Atom hidrogen yang sangat kecil dapat menembus rongga atau interstisi antara atom dalam kisi logam tanpa merusak struktur kristal logam semula. Jika hidrogen melarut dalam logam, sifat logam dapat berubah. Peristiwa ini disebut dengan penggetasan hidrogen.
Hidrida ini memiliki rumus umum MHx dimana x bukan bilangan bulat. Contoh senyawa dengan formula TiH1,9. Sifat senyawa ini sangat kompleks yang disusun oleh (Ti4+)(H-)1,9(e-)2,1. Adanya elektron bebas inilah yang di duga memberikan sifat metalik dan tinginya hantaran jenis listrik senyawa yang bersangkutan. Sebagian jenis hidrida ini juga dapat dipreparasi melalui pemanasan logam dengan hidrogen dibawah tekanan tinggi.
Paladium Pd bereaksi dengan gas hidrogen pada suhu kamar, dan membentuk hidrida yang mempunyai komposisi PdHx (x < 1). Banyak hidrida logam yang menunjukkan sifat hantaran logam. LaNi5 adalah senyawa paduan antara lantanum dan nikel, yang dapat menampung sampai 6 atom hidrogen atoms per sel satuan dan berubah menjadi LaNi5H6. Paduan ini menjadi salah satu kandidat untuk digunakan sebagai bahan penyimpan hidrogen untuk pengembangan mobil berbahan hidrogen.
d. Hidrida peralihan
Logam Be, Mg, B, Al dan logam-logam transisi tertentu membentuk hidrida peralihan antara hidrida ionik dengan hidrida kovalen, tidak mudah menguap dan relatif tidak stabil. Termasuk dalam kelompok ini adalah BeH2, MgH2, BH3, AlH3, ZnH2, CdH2, HgH2, dan CuH.
(Sumber : Buku Ajar Kimia Anorganik 1, Mukhtar Haris. Hal 28 – 30)
Salah satu senyawa hidrida menarik yang akan kita bahas adalah hidrida boron. Dimana sebelum membahasnya kita terlebih dahulu mengetahui unsur boron itu sendiri. Boron adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki lambang B dan nomor atom 5. Elemen metaloid trivalen, boron banyak terdapat pada batu borax. Ada dua alotrop batu boron; boron amorfus adalah serbuk coklat tetapi boron metalik berwarna hitam. Bentuk metaliknya keras (9,3 Moh) dan konduktor yang buruk dalam suhu ruang. Tidak pernah ditemukan bebas di alam dan bersifat nonmagnetik. Unsur yang berstruktur rhombohedral ini memiliki massa jenis pada suhu kamar 2,34 g/cm3 dengan titik didih (4200K) dan titik leleh (2349 K) yang tinggi. Sel satuan kristal boron mengandung 12, 50, atau 105 atom boron, dan satuan struktural ikosahedral B12 terikat satu sama lain dengan ikatan 2 pusat 2 elektron (2c-2e) dan 3 pusat 2 elektron (3c-2e) (ikatan tuna elektron) antar atom boron. Boron bersifat sangat keras dan menunjukkan sifat semikonduktor.
Kimia boran (boron hidrida) dimulai dengan riset oleh A. Stock yang dilaporkan pada periode 1912-1936. Walaupun boron terletak sebelum karbon dalam sistem periodik, hidrida boron sangat berbeda dari hidrokarbon. Struktur boron hidrida khususnya sangat tidak sesuai dengan harapan dan hanya dapat dijelaskan dengan konsep baru dalam ikatan kimia. Untuk kontribusinya dalam kimia anorganik boron hidrida, W. N. Lipscomb mendapatkan hadiah Nobel Kimia tahun 1976. Hadiah Nobel lain (1979) dianugerahkan ke H. C. Brown untuk penemuan dan pengembangan reaksi dalam sintesis yang disebut hidroborasi. Karena berbagai kesukaran sehubungan dengan titik didih boran yang rendah, dan juga karena aktivitas, toksisitas, dan kesensitifannya pada udara, Stock mengembangkan metoda eksperimen baru untuk menangani senyawa ini dalam vakum. Dengan menggunakan teknik ini, ia mempreparasi enam boran B2H6 (diboran), B4H10 (Aracno-tetraboran(10)), B5H9 (Nido-pentaboran(10)), B5H11 (Aracno-pentaboran(11)), B6H10 (Nido-heksaboran(10)), dan B10H14 (Nido-dekaboran(14)) melalui reaksi magnesium bromida dengan asam anorganik dan menentukan komposisinya.
Hidrida boran yang paling sederhana adalah diboran (B2H6). Walaupun eksistansi BH3 dikenal dalam fasa gas, namun keberadaannya bersifat tidak stabil dan cenderung menjadi dimer membentuk diboran (B2H6) yang lebih stabil. Diboran memiliki sifat fisik dan kimia sebagai berikut :
Sifat-sifat fisik
Ø Gas beracun dengan bau iritatif yang khas.
Ø Gas tak berwarna
Ø Titik didih -92,6oC
Ø Titik leleh -1649oC
Ø Entalpi pembentukan kecil +36 kj/mol
Sifat-sifat kimia
Ø Diboran bersifat reaktif karena dikelilingi oleh 6 elektron valensi sehingga untuk mengikuti aturan oktet ia berbagi elektron dengan ikatan B-H atom biasa lainnya membentuk ikatan 3c-3e B-H-B.
Ø Diboran mempunyai harga ΔfHo positif yang kecil (+36 kj/mol). Bila bercampur dengan udara atau O2 dapat menyebabkan kebakaran atau ledakan.
B2H6 + 3O2 → B2O3 + 3H2O ΔfHo = -2138 kj/mol
Ø Diboran bereaksi dengan halogen membentuk boron halida, namun reaksi ini bersifat elektropositif dengan klorin sedangkan dengan bromin bereaksi dengan lambat.
Ø Hidrida logam alkali bereaksi dengan B2H6 membentuk logam borohidrida.
B2H6 + 2NaH → 2NaBH4
Ø Diboron bereaksi dengan air akan terhidrolisis menjadi asm borat dan gas hidrogen.
B2H6 + 6H2O → 2H3BO3 + 6H2
Ø Diboran beraksi dengan alkana membentuk alkil boran.
Ø Diboran bereaksi dengan senyawa aromatik membentuk aril boran.
Ø Diboran diperolah secara kuantitatif jika direaksikan dengan natrium boronhidrida dan BF3.
Cara pembuatan
Metode dalam produksi senyawa diboran hidrida sebagian preparasinya melibatkan reaksi antara boron hidrida dengan boron halida ataun alkoksida.
Ø Dalam skala industri sintesisnya melibatkan reaksi dari BF3 dan NaH
2BF3 + 6NaH → B2H6 + 6NaF
Ø Dalam skala laboratorium ada dua metode untuk mensintesis diboran. Pertama reaksi antara boron triklorida dengan litium alumuniumhidrida.
4BCl3 + 3LiAlH4 → 2B2H6 + 3 LiAlCl4
Dan yang kedua dari boron triflourida dalam larutan dengan sodium borohidrida.
4 BF3 + 3NaBH4 → 2B2H6 + 3NaBF4
Kedua reaksi tersebut menghasilkan hampir 30% diboran. Oksidasi dari boron hidrida telah dilakukan dalam preparasi skala kecil :
2NaBH4 + I2 → 2NaI + B2H6 + H2
Mg3B2 + 6H2O → 3Mg(OH)2 + B2H6
(Sumber : Buku Teks Kimia Anorganik Online, Ismunandar. Hal 59 – 60 dan Buku Ajar Kimia Anorganik, Caterine. Bab 5.1.3)
Ikatan yang terdapat pada struktur diboran (B2H6) adalah ikatan tuna elektron. Ikatan tuna elektron disebut juga dengan ikatan 3-pusat-2-elektron yang merupakan sejenis ikatan kimia yang kurang elektron, dimana 3 atom saling berbagi 2 elektron. Kombinasi 3 orbital atom membentuk satu orbital ikat, satu orbital anti ikat dan satu orbital non ikat. Dua elektron berada pada orbital ikat menghasilkan efek ikatan secara keseluruhan dan merupakan ikatan kimia yang mengikat tiga atom tersebut. Ikatan tuna elektron yang ada pada struktur senyawa diboran yaitu B-H-B dapat terjadi dimulai dengan dua satuan BH2, terdapat ikatan-ikatan B:H biasa yang terbentuk oleh orbital-orbital hibrida sp3 pada atom B. Bila kedua satuan BH2 dipertemukan maka akan membentuk set atom-atom H2B . . . BH2 koplanar, orbital –orbital hibrida sp3 lainnya pada setiap atom B mengarah ke sesamanya, yang membentuk orbital non ikatan yang merupakan orbital yang tidak memiliki tanda dari dua orbital sp3 yang tidak sefase sehingga tidak dapat menghasilkan pertindihan dengan atom H orbital 1s manapun. Kemudian kedua atom H yang tersisa akan masuk kedalam sela-sela orbital non ikatan yang membentuk orbital anti ikatan yang merupakan orbital yang memiliki simpul antara setiap pasang atom yang berdekatan. Sehingga kedua atom H pada orbital 1s akan bertindih dengan dua orbital sp3 atom B yang membentuk orbital iakatan B-H-B.
(Sumber : Kimia Anorganik Dasar, Cotton dan Wilkinson. Hal 91-92)
Ikatan tuna elektron yang memiliki 3-pusat-2-elektron dari seyawa diboran dapat diketahui berdasarkan metode semitopologi yang dicetuskan lipscomb.
Berikut merupakan penentuan struktur berdasarkan metode semitopologi Lipscomb.
Rumus umum [BbHh]q
1. Jumlah total e- valensi harus 2 kali jumlah ikatan 2c-2e dan 3c-2e. Jika α, β, dan q masing-masing adalah 2c-2e, 3c-2e, dan muatan molekul, maka berlaku :
2. Setiap atom boron harus menggunakan 4 orbital dan memenuhi kaidah oktet.
2α + 3β = 4b + h
3. Semua struktur dan ikatan harus konsisten dari fakta empirik (hasil percobaan)
β = b + q
Ø B2H6
Diketahui : b = 2
h = 6
q = 0
Maka, α = (b + h – 3q) β = b + q
= 4 (ikatan 2c-2e) = 2 (ikatan 3c-2e)
B2H6 memiliki jenis ikatan berupa ikatan 3-pusat 2-elektron (3c-2e) yang disebut juga sebagai ikatan tuna elektron yang merupakan sejenis ikatan kimia kurang elektron, dimana tiga atom saling berbagi dua elektron. Kombinasi tiga orbital atom membentuk satu orbital ikat, satu orbital anti ikat, dan satu orbital non ikat. Dimana dalam hal ini, boron dikelilingi oleh enam elektron valensi sehingga membentuk oktet dan berbagi elektron dengan ikatan B-H atom boron lainnya membentuk ikatan 3-pusat 2-elektron B-H-B, dengan dua atom H menjembatani dua atom B dengan sisa dua atom H merupakan ikatan B-H biasa. Struktur senyawa diboran ini memiliki 4 α (ikatan 2c-2e) dan 2 β (ikatan 3c-2e).
Ø B6H62-
Diketahui : b = 6
h = 6
q = -2
Maka, α = (b + h – 3q) β = b + q
= 9 (ikatan 2c-2e) = 4 (ikatan 3c-2e)
B6H62- memiliki struktur closo-boran dengan rumus umum [BnHn]2-, dimana struktur ini merupakan struktur polihedral tutup dan tidak mengandung ikatan B-H-B. Struktur closo-boran B6H62- ini memiliki 9 α (ikatan 2c-2e) dan 4 β (ikatan 3c-2e).
Ø B5H9
Diketahui : b = 5
h = 9
q = 0
Maka, α = (b + h – 3q) β = b + q
= 7 (ikatan 2c-2e) = 5 (ikatan 3c-2e)
B5H9 memiliki struktur nido-boran dengan rumus umum [BnHn+4], dimana struktur ini membentuk ikatan B-B, B-B-B, dan B-H-B, dan kehilangan sudut poliheral closo-boran. Struktur nido-boran B5H9 ini memiliki 7 α (ikatan 2c-2e) dan 5 β (ikatan 3c-2e).
Ø B4H10o
Diketahui : b = 4
h = 10
q = 0
Maka, α = (b + h – 3q) β = b + q
= 7 (ikatan 2c-2e) = 4 (ikatan 3c-2e)
B4H10 memiliki struktur arachno-boran dengan rumus umum [BnHn+6], dimana struktur ini kehilangan dua sudut dari tipe closo-boran dan membentuk struktur yang lebih terbuka yang dibangun oleh ikatan B-B, B-B-B, dan B-H-B. Struktur arachno-boran B4H10 ini memiliki 7 α (ikatan 2c-2e) dan 4 β (ikatan 3c-2e).
Ø B12H122-
Diketahui : b = 12
h = 12
q = -2
Maka, α = (b + h – 3q) β = b + q
= (12 + 12 – 3.(-2)) = 12+ (-2)
= 15 (ikatan 2c-2e) = 10 (ikatan 3c-2e)
B12H122- memiliki struktur closo-boran dengan rumus umum [BnHn]2-, dimana struktur ini merupakan struktur polihedral tutup dan tidak mengandung ikatan B-H-B. Struktur closo-boran B12H122- ini memiliki 15 α (ikatan 2c-2e) dan 10 β (ikatan 3c-2e).
(Sumber : Hasil Pembahasan Perkuliahan)
DEFINISI ASAM BASA
Konsep keasaman dan kebasaan sangat bergam sehingga asam dan basa didefinisikan berulang kali dengan berbagai cara. Salah satu definisi yang paling tua sangatlah sempit karena hanya meliputi air sebagai pelarut. Menurut teori tersebut asam dan basa adalah masing-masing sumber H+ dan OH- , definisi yang paling lebih luaas tapi masih mendekati definisi yang lama ialah definisi Brownsted-Lowry yang dapat diterapkan kepada semua pelarut berproton.
Definisi Brownsted-Lowry. Asam adalah zat yang menyediakan proton dan basa penerima proton.
· Asam adalah suatu senyawa yang dapat memberikan proton (donor proton)
· Basa adalah suatu senyawa yang dapat menerima proton (aseptor proton)
Jadi dalam air setiap zat yang meninggikan konsentrasi proton terhidrasi (H3O+) yang disebabkan oleh otodisosiasi air adalah asam dan setiap zat yang menurunkan konsentrasi tersebut adalah basa, karena ion tersebut bergabung dengan proton mengurangi konsentrasi H3O+ . Namun zat lain seperti sulfida, oksida atau anion asam lemah (misal F-, CN-) juga basa.
Defiinisi sistem pelarut diterapkan pada pelarut yang dapat terdisosiasi menjadi kation dan anion (autodisosiasi) yang tak menghiraukan ada tidaknya proton.
· Asam adalah suatu kation yang berasal dari reaksi autodisosiasi pelarut yang dapat meningkatkan konsentrasi kation dalam pelarut.
2H2O → H3O+ + OH-
Kation (asam) Anion (basa)
· Basa adalah suatu anion yang berasal dari reaksi autodisosiasi pelarut yang dapat meningkatkan konsentrasi anion dalam pelarut.
NH3 + H2O → NH4+ + OH-
Bagi pelarut berproton definisi ini bahkan lebih luas dan lebih bermanfaat, karena menerangkan mengapa sifat asam dan basa bukanlah sifat yang mutlak zat terlarut. Sifat asam dan basa dapat ditentukan berdasasrkan sifat pelarut yang digunakan. Misalnya asam asetat dalam air merupak suatu asam sedangkan asam asetat dalam asam sulfat merupakan suatau basa.
CH3COOH + H2O → H3O+ + CH3COO-
H2SO4 + CH3COOH → CH3COOH2+ + H2SO4-
Definisi Lux dan Flood. Asam adalah pendonor ion oksida dan basa adalah akseptor ion oksida.
CaO + H2O → CaCO3 + 2H2O
CO2 + H2O → CaCO3 + 2H2O
CaO + CO2 → CaCO3
Bila CaO dan CO2 mula-mula dibiarkan bereaksi dengan air produk hidratnya segera dikenali sebagai asam dan basa. Reaksi antara asm dan basa tersebut menghasilkan garam CaCO3 dan pelarut, merupakan reaksi penetralan. Namun reaksi tersebut dapat dikerjakan secara langsung tanpa keikutsertaan pelarut.
Definisi Lewis diusulkan oleh G.N. Lewis, asam adalah akseptor pasangan elektron dan basa adalah donor pasangan elektron. Definisi ini mencakup definisi Brownsted-Lowry sebagai kasus khusus karena proton dapat dianggap sebagai akseptor pasangan elektron dan basa berupa OH-, NH2-, HSO4 – dan sebagai donor pasangan elektron misalnya
H+ + :OH- → H:OH
Namun definisi lewis meliputi sistem yang luas sama sekali tidak mengandung proton. Reaksi antara amonia dan BF3 adalah reaksi asam basa.
H3N: + BF3 → H3N:BF3
Menurut lewis semua ligan yang biasa digunakan dapat dipandang sebagai basa dan semua ion logam sebagai basa. Derajat pengikatan ion logam terhadap ligan bisa dinyatakan sebagai derajat keaaman lewis dan kecenderungan ion logam yang terikat pada ligan dapat dianggap sebagai ukuran kebasaan lewis.
(Sumber : Kimia Anorganik Dasar, Cotton dan Wilkinson. Hal 193-196)
Keelektronegatifan pensubstitusi memberikan pengaruh tingkat keasaman maupun kebasaan dari suatu senyawa. Dimana semakin suatu pensubstitusi bersifat menarik elektron (keelektronegatifan) maka makin menambah sifat keasaman lewisnya dan mengurangi sifat kebasaan lewisnya.
Keasaman : F3N > H3N
Hal ini disebabkan karena atom pensubstitusi pada F3N berupa F lebih elektronegatif jika dibandingkan dengan N pada H3N.
Namun keasaman dan kebasaan suatu senyawa tidak hanya dapat dilihat dari keelektronegatifan, hal ini dapat dilihat pada senyawa BBr3 dan BF3.
Teori, asam : BF3 > BBr3 → keelektronegatifan F > Br
Nyata, asam : BF3 < BBr3 → pengaruh dari interaksi p
(Sumber : Kimia Anorganik Dasar, Cotton dan Wilkinson. Hal 196)
ASAM BASA KERAS LUNAK
R.G Pearson awal tahun 1960 mengusulkan bahwa asam basa lewis dapat diklasifikasikan sebagai asam basa lunak (soft) atau keras (hard). Asam basa lunak adalah asam basa yang elektron-elektron valensinya mudah terpolarisasi atau terlepaskan, sedangkan asam basa keras adalah asam basa yang tidak mempunyai elektron valensi atau yang elektron atau elektron valensinya sukar terpolarisasi. Dengan kata lain asam basa lunak mempunyai sifat terpolarisasi tinggi dan asam basa keras mempunyai sifat terpolarisasi rendah. Konsep ini kemudian dikenal dengan nama HSAB yang singkatan dari “hard soft acids and base” (asam basa keras lemah) atau yang biasa dikenal sebagai asam basa pearson.
Tori HSAB (hard soft acid and base) yang menggolongkan asam dalam tiga kategori (asam keras, sedang dan asam lunak) dan basa juga dalam tiga kategori (basa keras, sedang dan basa lunak) merupakan pengembangan dari teori asam basa lewis.
Asam lewis meliputi :
1. H+, karena memiliki orbital kosong 1s.
2. Senyawa yang kekurangan elektron valensi menurut aturan oktet, seperti BeH2, AlH3, dan BH3.
3. Spesies yang memiliki kemampuan untuk menambah elektron valensinya lebih dari 8, seperti PR3, dan SR2.
4. Spesies yang memiliki ikatan rangkap polar sehingga memiliki kutub positif sehingga dapat menarik pasangan elektron, seperti R2C=O, O=C=O, dan O=S=O.
Basa lewis meliputi:
1. Carbanion, R3C:-
2. NH3, PH3, AsH3, SbH3, dan basa konjugasinya dan turunanya (PR3 dll)
3. H2O, H2S, basa konjugasinya dan turunanya.
4. Anion-anion halida
5. Senyawa yang memiliki ikatan rangkat dua dan ikatan rangkap tiga dan ion-ionnya.
Konsep HSAB dapat menjelaskan kesetabilan senyawa. Konsep ini juga digunakan dalam konteks kualitatif daripada kuantitatif yang membantu untuk mengetahui faktor utama terjadinya reaksi kimia, terutama pada logam transisi. Asam lunak bereaksi lebih cepat dengan basa lunak dan membentuk ikatan yang kuat, sedangkan asam keras bereaksi lebih cepat dan membentuk ikatan kuat dengan basa kuat.
Asam keras dan basa keras cenderung mempunyai atom yang kecil/radius ionik, oksidasi tinggi, kepolaran rendah, dan keelektronegatifan tinggi. Sedangkan asam dan basa lunak cenderung mempunyai:atom yang besar, tingkat oksidasi rendah, dan elektronegatifan rendah. Asam basa keras biasanya membentuk ikatan ionik, sedangkan asam basa lunak membentuk ikatan kovalen. Kekerasan suatu asam basa diukur untuk mengetahui kecenderungan terjadinya perubahan formasi atau bentuk..
Peran klasifikasi Pearson adalah untuk meramalkan reaksi berbagai macam spesies, yaitu asam-asam keras memilih bersenyawa dengan basa-basa keras, dan asam-asam lunak memilih bersenyawa dengan basa-basa lunak. Klasifikasi tersebut juga bermanfaat untuk meramalkan pilihan ikatan dan juga menunjukkan sintesis tingkat oksidasi abnormal dalam suatu logam. Secara umum ion-ion logam yang terletak pada bagian kiri dai sistem periodik unsur bersifat asam keras, sedangkan logam pada golongan utama sebelah kanan dari sistem periodik unsur bersifat asam lunak. Selain itu juga terdapat daerah batas yang terletak antara keras-lunak karena tidak ada perbedaan yang tajam antara keras dan lunak., yaitu umumnya terdapat pada logam-logam transisi.
Konsep HSAB ini dapat juga meramalkan terjadi tidaknya suatu reaksi melalui suka tidak suka, yaitu asam keras cenderung suka dengan basa keras dan asam lunak cenderung suka dengan basa lunak. Berikut ini adalah contoh dari suatu reaksi suka dan tidak suka:
HgF2(g) + BeI2(g) → HgI2(g) + BeF2(g)
lunak-keras keras-lunak lunak-lunak keras-keras
CH3HgOH(aq) + HSO3-(aq) → CH3HgSO3-(aq) + HOH(l)
lunak-keras keras-lunak lunak-lunak keras-keras
Dari contoh diatas dapat dilihat bahwa pasangan asam keras basa keras (BeF2 dan HOH) terbentuk dari ikatan kovalen, sedangkan pasangan asm lunak basa lunak (HgI2 dan CH3HgSO3-) membentuk ikatan kovalen.
Selain dapat meramalkan tarjadi tidaknya suatu reaksi, teori HSAB juga dapat meramalkan pergeseran arah suatu reaksi (kesetimbangan), seperti contoh dibawah ini:
BH+(aq) + CH3Hg+(aq) ↔ CH3HgB+(aq) + H+(aq)
Dari contoh diatas, apabila basa (B) adalah basa keras maka reaksi akan bergeser ke arah kiri dan apabila basa (B) adalah basa lunak maka reaksi akan bergeser ke arah kanan.
(Sumber : Asam Basa Keras Lunak (online), Anime. http://muchiie.wordpress.com /2009 /03/ 26/chemistryhsab-theory).
Interaksi Asam-Basa Lewis
Dalam usaha menerangkan secara kuantitatif entalpi (ΔHAB) pada kombinasi asam lewis A dengan bsa lewis B, diusulkan jenis persamaan berikut:
-ΔHAB = EA EB + CA CB
Bentuk persamaan diatas didasarkan atas perhatian bagi setiap interaksi asam basa akan ada komponen elektrostatik dan kovalen. Dipostulatkan bahwa kecenderungan suatu asam atau basa untuk menyumbang terhadap interaksi elektrostatik dan kovalen, pasangan manapun merupakan kekhasan yang diukur oleh EA atau EB untuk bagian elektrostatik dan CA atau CB untuk bagian kovalen. Jadi sumbangan elektrostatik terhadap perubahan entalpi total dinyatakan oleh EA EB dan sumbangan kovalen dinyatakan oleh CA CB.
Skema tersebut diusulkan oleh R.S Drago dan murid-muridnya mempunyai beberapa keuntungan dibandingkan konsep sederhana HSAB, karena :
a. Konsep tersebut mempunyai lebih banyak parameter
b. Terdapat parameter untuk dinyatakan secara kuantitatif
Namun gambaran HSAB dapat diperluas dengan menambahkan konsep kuat dan lemah kepada konsep keras dan lunak. Jadi setiap asam dan basa dapat digolongkan terhadap kedudukannya pada skala keras-lunak dan terhadap kekuatannya. Akan ditemukan beberapa basa sebagai suatu baa yang agak lemah dan cukup lunak, sangat keras tetapi lemah dan seterusnya.
(Sumber : Kimia Anorganik Dasar, Cotton dan Wilkinson. Hal 199)
Kestabilan Ion Kompleks
Kestabilan ion kompleks dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu : tolakan elektron, jari-jari atom ligan, keelektronegatifan ligan, dan energi potensial reduksi standar.
a. Ion kompleks [PtCl4]2- dan [PtF4]2-
Kestabilan ion kompleks [PtCl4]2- < [PtF4]2-, hal tersebut karena :
· Keelktronegatifan dari ligannya (Cl dan F). Diamana keelektronegatifan dari F lebih besar dari Cl (F>Cl).
· Jari-jari atom ligan. Jari-jari F<Cl, dmana semakin kecil jari-jari atom ligan, maka kompleks tersebut lebih stabil. Karena semakin kecil jari-jari atom, ikatan antara elektron terluar dengan inti terikat kuat sehingga lebih sulit untuk berikatan dengan atom atau unsur lain.
b. Ion kompleks [Fe(H2O)6]3+ dan [Fe(PH3)6]3+
Kestabilan ion kompleks [Fe(H2O)6]3+ > [Fe(PH3)6]3+, hal tersebut karena :
· Berdasarkan E0sel, kompleks yang lebih stabil adalah kompleks yang memiliki E0sel lebih kecil (energi yang kecil). Data yang diperoleh :
[Fe(H2O)6]3+ + e- [Fe(H2O)6]2+ E0sel = 0,77 V
[Fe(PH3)6]3+ + e- [Fe(PH3)6]2+ E0sel = 1,12 V
· Berdasarkan tolakan elekron atom ligan, ion kompleks yang lebih stabil adalah [Fe(H2O)6]3+ karena tolakan atom H dengan atom H yang lain pada senyawa H2O lebih kecil daripada tolakan H dengan atom H yang lain pada PH3 menurut teori VSEPR.
Keelektronegatifan O > P, hal tersebut mengakibatkan [Fe(H2O)6]3+ lebih stabil dari [Fe(PH3)6]3+
0 komentar:
Post a Comment