Home » , » LAPORAN PRAKTIKUM : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KERJA ENZIM (PENGARUH SUHU DAN pH TERHADAP AKTIVITAS ENZIM)

LAPORAN PRAKTIKUM : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KERJA ENZIM (PENGARUH SUHU DAN pH TERHADAP AKTIVITAS ENZIM)




Written By Unknown on 06/06/2013 | 17:07

I. PELAKSANAAN PRAKTIKUM

Tujuan

: - mengetahui pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim amylase.

 

- Mengetahui pengaruh pH terhadap aktivitas enzim amilase.

 

- Mengetahui suhu dan pH optimum dari enzim amilase.

Hari/Tanggal

: Rabu, 19 Mei 2010

Tempat

: Laboratorium Kimia, Lt.2, Fakultas MIPA

 

UNIVERSITAS MATARAM

II. LANDASAN TEORI

Enzim adalah biomolekul yang berfungsi sebagai katalis (senyawa yang mempercepat proses reaksi tanpa habis bereaksi) dalam suatu reaksi kimia. Hampir semua enzim merupakan protein. Pada reaksi yang dikatalisasi oleh enzim, molekul awal reaksi disebut sebagai substrat, dan enzim mengubah molekul tersebut menjadi molekul-molekul yang berbeda yang disebut produk. Hampir semua proses biologis sel memerlukan enzim agar dapat berlangsung dengan lebih cepat. Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat-zat yang bereaksi dan dengan demikian mempercepat proses reaksi. Percepatan terjadi karena enzim menurunkan energi pengaktifan yang dengan sendirinya akan mempermudah terjadinya reaksi. Sebagian besar enzim bekerja secara khas, yang artinya setiap jenis enzim hanya dapat bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi kimia. Hal ini disebabkan perbedaan struktur kimia tiap enzim yang bersifat tetap. (Wikipedia, 2010).

Beberapa enzim mempunyai struktur yang agak sederhana, namun sebagian besar enzim mempunyai struktur yang rumit. Banyak enzim yang strukturnya belum diketahui. Untuk aktifitas biologis, beberapa enzim memerlukan gugus-gugus prostetik, atau kofaktor. Kofaktor merupakan bagian non-protein dari enzim. Gugus prostetik organic seringkali dirujuk sebagai suatu koenzim. Enzim memiliki berat molekul mulai dari 12000-120000 atau lebih (Fessenden, 2007: 395-397).

Tubuh manusia menghasilkan berbagai macam enzim yang tersebar di berbagai bagian dan memiliki fungsi tertentu. Salah satu enzim yang penting dalam sistem pencernaan manusia adalah enzim amilase. Enzim ini terdapat dalam saliva atau air liur manusia. Saliva yang disekresikan oleh kelenjar liur selain mengandung enzim amilase juga mengandung 99,5% air, glikoprotein, dan musin yang bekerja sebagai pelumas pada waktu mengunyah dan menelan makanan. Amilase liur akan segera terinaktivasi pada pH 4,0 atau kurang sehingga kerja pencernaan makanan dalam mulut akan terhenti apabila lingkungan lambung yang asam menembus partikel makanan (Prima, 2009).

Air liur atau saliva sebagian besar diproduksi oleh tiga kelenjar utama yakni kelenjar parotis, kelenjar sublingualis dan kelenjar submandibularis. Volume air liur yang diproduksi bervariasi yaitu 0,5 – 1,5 liter setiap hari tergantung pada tingkat perangsangannya. air liur atau saliva mengandung dua tipe pengeluaran atau sekresi cairan yang utama yakni sekresi serus yang mengandung ptyalin (suatu alfa amylase) dan sekresi mucus yang mengandung musin untuk tujuan pelumasan atau perlindungan permukaan yang sebagian besar dihasilkan oleh kelenjar parotis. Dalam hal pencernaan, air liur berperan dalam membantu pencernaan karbohidrat. Karbohidrat atau tepung sudah mulai dipecah sebaagian kecil dalam mulut oleh enzim ptyalin. Enzim dalam air liur itu memecah tepung (amylum) menjadi disakarida maltosa dan polimer glukosa kecil lainnya (Heru, 2009).

Enzim amylase dapat memecah ikatan-ikatan pada amilum hingga terbentuk maltosa. Ada 3 macam enzim amylase, yaitu α amylase, β amylase, dan γ amylase. Enzim ini memecah ikatan 1-4 yang terdapat dalam amilum dan disebut endo amylase sebab enzim ini memecah bagian dalam atau bagian tengah molekul amilum. β amylase terutama terdapat pada tumbuhan dan dinamakan ekso amylase sebab memecah dua unit glukosa yang terdapat pada ujung molekul amilum secara berurutan sehingga pada akhirnya terbentuk maltosa. γ amylase terdapat dalam hati. Enzim ini memecah ikatan 1-4 dan 1-6 pada glikogen dan menghasilkan glukosa (Poedjadi, 2007: 155).

Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan penting dalam aktifitas suatu enzim. Sampai pada suatu titik, kecepatan suatu reaksi enzimatik meningkat sejalan dengan meningkatnya suhu, sebagian disebabkan karena substrat akan bertubrukan dengan sisi aktif lebih sering ketika molekul tersebut bergerak lebih cepat. Namun demikian, di luar suhu itu, kecepatan reaksi enzimatik akan menurun drastis. Sebagian besar enzim manusia memiliki suhu optimal sekitar 35oC sampai 40oC (mendekati suhu tubuh manusia). Selain setiap enzim memiliki suhu optimal, enzim juga memiliki nilai pH optimal untuk bekerja paling aktif. pH optimal sebagian besar enzim adalah sekitar 6-8, akan tetapi terdapat perkecualian (misalnya pepsin, enzim pencernaan dalam lambung yang bekerja pada pH 2) (Campble, dkk,2002:

101-102).

III. ALAT DAN BAHAN

A. Alat

• Tabung reaksi

• Penjepit tabung reaksi

• Pipet tetes

• Gelas ukur

• Gelas kimia

• Tutup tabung reaksi

• Rak tabung reaksi

• Penangas air

• Alat UV-VIS

B. Bahan

• Air liur

• Aquadest

• Larutan pati 0,4 mg/mL

• Larutan iodium

• Es batu

• Larutan pati pH 3, 5, 9, 11

IV. CARA KERJA

Pengenceran Air Liur

Clipboard11

Clipboard12

B. Pengaruh pH Terhadap Aktifitas Enzim

Clipboard13

Clipboard14

III. HASIL PENGAMATAN

A. Pengaruh Suhu terhadap Aktifitas Enzim

Tabung

Hasil Pengamatan

Tabung 1. Suhu 0oC

 

Tabung B

Tabung U

Kurang bening, endapan lebih sedikit.

Lebih bening, endapan lebih banyak.

Tabung 2. Suhu kamar

 

Tabung B

Tabung U

Putih keruh, terdapat endapan putih di dasar tabung.

Bening, lebih jernih, terdapat endapan putih di dasar tabung.

Tabung 3. Suhu 600C

 

Tabung B

Endapan putih, larutan ungu kehitaman.

Tabung U

Larutan bening kekuningan, endapan putih kebiruan di dasar tabung.

Tabung 4. Suhu 100oC

 

Tabung B

Tabung U

Larutan biru tua pekat.

Larutan biru jernih.

Tabel Pengamatan Pengukuran dengan UV-VIS

Suhu

A uji

A blanko

0oC

Suhu ruang

60 0C

100oC

0,122 0,363 1,099 1,736

0,169 0,448 2,096 2,500

B. Pengaruh pH Terhadap Aktifitas Enzim

Tabung

Hasil Pengamatan

Tabung 1. pH 3

 

Tabung B

Tabung U

Larutan biru tua, endapan putih.

Terbentuk 3 fase: larutan biru muda pada fase atas, larutan biru tua di bagian tengah, dan endapan putih di bagian bawah.

Tabung 2. pH 5

 

Tabung B

Tabung U

Larutan warna ungu kehitaman, terdapat endapan putih. Di bagian bawah terdapat endapan putih dengan cincin ungu diatasnya, larutan bening kekuningan.

Tabung 3. pH 9

 

Tabung B

Tabung U

Larutan ungu kehitaman, terdapat endapan putih.

Larutan bening keunguan, terdapat endapan putih.

Tabung 4. pH 11

 

Tabung B

Tabung U

Larutan ungu kehitaman, terdapat endapan putih.

Larutan biru keunguan, terdapat endapan putih.

Tabel Pengamatan Pengukuran dengan UV-VIS

pH

A uji

A blanko

3 5 9 7

2,470 0,165 0,107 0,087

1,363 2,500 0,161 0,501

IV. ANALISIS DATA

Tabel Hasil Pengukuran UV-VIS (Pengaruh Suhu)

Suhu

A uji

A blanko

∆A

0oC

Suhu ruang

60 0C

100oC

0,122 0,363 1,099 1,736

0,169 0,448 2,096 2,500

0,074 0,085 0,997 0,764

 

clip_image001[4]

Tabel Hasil Pengukuran dengan UV-VIS (Pengaruh pH)

pH

A uji

A blanko

ΔA

3 5 9 7

2,470 0,165 0,107 0,087

1,363 2,500 0,161 0,501

1,107 2,335 0,554 0,414

clip_image001[6]

III. PEMBAHASAN

enzim merupakan protein yang berfungsi sebagai katalisator reaksi kimia dalam tubuh. Enzim bersifat spesifik yang berarti bahwa enzim dapat bekerja secara khas terhadap suatu substrat tertentu. Hal ini menyebabkan suatu enzim hanya dapat mengkatalisa suatu reaksi tertentu. Enzim bekerja dengan cara menempel pada permukaan molekul zat yang bereaksi sehingga dengan demikian dapat mempercepat reaksi yang terjadi karena enzim dapat menurunkan energi pengaktifan yang menyebabkan terjadinya reaksi akan lebih mudah.

Enzim merupakan suatu protein, oleh karena itu sama halnya seperti protein, kerja enzim juga dipengaruhi oleh beberapa faktor terutama substrat, suhu, keasaman, kofaktor, dan inhibitor. Tiap enzim memerlukan suhu dan pH optimum yang berbeda-beda. Dimana enzim dapat mengalami perubahan bentuk jika suhu dan pH berubah sehingga dapat menyebabkan enzim tidak dapat bekerja secara optimal atau bahkan dapat mengalami kerusakan (denaturasi) (Poedjadi, 2007).

Salah satu enzim yang penting dalam sistem pencernaan adalah enzim amilase yang berfungsi memecah ikatan pada amilum sehingga terbentuk maltosa. Enzim amilase ini terkandung dalam air liur (saliva) sehingga dalam praktikum kali ini saliva digunakan sebagai sumber enzim amilase. Enzim amilase yang terdapat dalam saliva merupakan enzim αamilase yang juga disebut ptyalin (Heru, 2009).

Pada percobaan untuk menyelidiki pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim amilase, larutan pati (terdiri dari amilum dan amilopektin) yang dicampur dengan saliva diperlakukan pada suhu yang bervariasi sehingga nantinya dapat diketahui suhu optimum dari enzim tersebut. Tabung 1 diperlakukan pada suhu 0oC dan tabung 2 pada suhu kamar. Keduanya memberikan hasil yang sama yaitu pada tabung uji yang ditambahkan saliva, larutan yang dihasilkan lebih jernih jika dibandingkan larutan pada tabung blanko. Hal ini mungkin karena sebagian amilum telah terhidrolisis oleh adanya enzim amilase sehingga larutan menjadi lebih bening. Akan tetapi hal ini tidak membuktikan secara pasti apakah amilum telah terhidrolisis ataukah masih ada dalam larutan karena ke dalam larutan tersebut tidak ditambahkan iodium. Iodium ini sendiri dapat digunakan untuk mengidentifikasikan adanya amilum dalam larutan karena iodium jika bereaksi dengan amilum akan membentuk suatu kompleks berwarna biru keunguan. Sehingga jika didalam suatu larutan terdapat amilum maka larutan yang tadinya bening dapat berubah warna menjadi biru. Pada suhu 0oC kemungkinan enzim amilase tidak aktif yang diakibatkan oleh rendahnya suhu. Akan tetapi pada peningkatan suhu (menjadi suhu kamar) maka aktifitas enzim akan meningkat (hingga mencapai suhu optimal). Larutan bening pada tabung 3 blanko (T= 60oC) dan tabung 4 blanko (T= 100oC) setelah ditambahkan iodium berubah menjadi berwarna biru tua pekat. Hal ini karena tidak adanya enzim amilase sehingga amilum tidak terhidrolisis dan membentuk kompleks dengan iodium. Sedangkan tabung 3 uji (T= 60oC) larutan yang dihasilkan berwarna bening kekuningan, akan tetapi terdapat larutan warna biru didasar tabung. Hal ini mengindikasikan enzim amilase telah memecah amilum akan tetapi aktivitasnya tidak maksimal yang ditandai dengan adanya larutan biru yang akan menghilang jika didiamkan beberapa lama lagi (ada amilum yang belum terhidrolisis). Sedangkan pada tabung 4 uji (T= 100oC) larutan yang dihasilkan berwarna biru jernih yang berarti lebih banyak amilum yang belum terhidrolisis (aktivitas enzim berkurang). Suhu optimum enzim amilase adalah sekitar 37oC (suhu badan). Dimana dengan peningkatan suhu menyebabkan aktifitas enzim berkurang atau bahkan menyebabkan denaturasi pada enzim (Filzahasni, 2009). Dari grafik hasil percobaan terlihat bahwa dari beberapa variasi suhu yang dicobakan, tabung dengan perlakuan suhu 60oC memberikan nilai ΔA yang paling besar. Hal ini berarti dari keempat suhu yang dicobakan, enzim amilase memiliki aktifitas paling baik pada suhu tersebut. Akan tetapi kita belum bisa mengatakan bahwa suhu tersebut merupakan suhu optimum enzim amilase karena perlu dilakukan percobaan untuk variasi suhu yang lebih banyak lagi.

Sama halnya seperti suhu, enzim juga memiliki pH optimal. Larutan blanko pada keempat pH yang berbeda menunjukkan warna yang hampir sama yaitu biru keunguan. Hal ini karena tidak adanya enzim amilase yang dapat memecah amilum. Tabung uji pada pH 3 menghasil larutan berwarna biru. Hal ini karena enzim amilase terinaktif pada pH kurang dari 4. Pada pH 5 larutan yang dihasilkan berwarna bening kekuningan, akan tetapi terdapat seperti cincin ungu yang berarti kerja enzim belum optimal. Pada pH 9 larutan berwarna bening keunguan yang menandakan aktifitas enzim menurun. Sedangkan pada pH 11 dihasilkan larutan biru keunguan yang hampir sama seperti pada larutan blanko. Hal ini berarti aktifitas enzim semakin menurun. pH optimal enzim amilase adalah sekitar 6,6 dimana saliva mempunyai pH sedikit dibawah 7. Pada pH yang tinggi enzim akan mengalami denaturasi sehingga dapat menurunkan aktifitas enzim (Campble, 2002). Berdasarkan grafik hasil percobaan diketahui aktifitas enzim paling optimal diantar keempat pH yang dicobakan berada pada pH 5.

VII. KESIMPULAN

Berdasarkan data hasil pengamatan, analisis data, dan pembahasan, maka dapat disimpulkan:

- Aktifitas enzim amilase dipengaruhi oleh suhu dan pH.

- pH optimal dari enzim amilase yaitu sekitar pada pH 7.

- Suhu optimal dari enzim amilase yaitu sekitas 37 oC.

- Enzim amilase terinaktifkan pada suhu rendah (sekitar 0oC ) dan pH dibawah 4.

- Aktifitas enzim amilase akan meningkat seiring dengan kenaikan suhu dan pH sampai pada batas optimumnya. Dimana pada pH dan suhu diatas suhu optimum, aktifitas enzim amilase akan berkurang seiring dengan kenaikan suhu atau pH.

- Dilihat dari grafik hasil percobaan diketahui suhu optimum enzim amilase berada pada T= 60oC dan pH optimumnya berada pada pH 5.

DAFTAR PUSTAKA

Campble, Neil A., dkk. 2002. Biologi Jilid 1. Jakarta: Erlangga.

Fessenden, Ralp J. dan Joan S. Fessenden. 2007. Kimia Organik Jilid 2. Jakarta: Erlangga.

Filzahazny. 2009. Enzim. http://filzahazny.wordpress.com/2009/07/10/enzim-2/ [21 Mei 2010].

Heru. 2009. Kandungan Air Liur dan Manfaat. http://blognyaheru.wordpress.com/2009/10/27/ kandungan-air-liur-dan-manfaat/ [24 Mei 2010].

Poedjiadi, Anna dan F. M. Titin Supriyanti. 2007. Dasar-Dasar Biokimia. Jakarta: UI Press. Prima, X-3. 2009. Aktifitas Enzim. http://www.x3-prima.com/2009/06/aktivitas-enzim.html [21 Mei 2010].

Wikipedia. 2010. Enzim. http://id.wikipedia.org/wiki/Enzim [21 Mei 2010].

(sumber : putu dwi eka ratnaningsih)

Share this article :

0 komentar:

Post a Comment

Powered by Blogger.
 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. rifnotes - All Rights Reserved