A. PELAKSANAAN PRAKTIKUM
1. Tujuan praktikum :
- Dapat membuat larutan HCl 0,1 N
- Dapat melakukan standarisasi larutan HCl dengan Natrium Tetraborat
- Dapat menentukan kadar NaOH dan Na2CO3 dalam sampel dengan titrasi
2. Hari, tanggal Praktikum : Selasa, 26 November 2010
3. Tempat Praktikum : Laboratorium Kimia Lantai III FMIPA, Universitas Mataram.
B. LANDASAN TEORI
Titrasi asam basa meliputi reaksi asam basa baik kuat maupun lemah. Titrasi asam basa dapat memberikan titik akhir yang cukup tajam dan untuk itu digunakan pengamatan dengan indikator bila pH pada titik ekuivalen antara 4-10. Demikian juga titik akhir titrasi akan tajam pada titrasi asam atau basa lemah apabila pentitrasian dengan asam atau basa kuat dengan perbandingan tetapan disosiasi asam lebih besar dari 104. Selama titrasi asam basa, pH larutan berubah secara khas. pH berubah secara drastis apabila volume titrasinya mencapai titik ekuivalennya. Pada titrasi asam basa, proton ditransfer dari satu molekul ke molekul lain. Dalam air, proton biasanya tersolvasi menjadi ion hidronium. Reaksi asam basa bersifat reversibel. Selain itu, sebagian besar titrasi asam basa dilakukan pada suhu kamar, kecuali titrasi yang meliputi basa-basa yang mengandung karbon dioksida. Jadi, titrasi dengan Na2CO3 dilakukan pada suhu 273 K. temperatur mempengruhi titrasi asam basa. pH dan perubahan warna indikator tergantung secara tidak langsung pada temperatur. Ini disebabkan karena perubahan kesetimbangan asam basa dengan temperatur. KA akan bertambah besar dengan kenaikan temperatur sampai suatu batas tertentu, kemudian akan turun kembali pada kenaikan lebih lanjut. Ini sesuai dengan turunnya tetapan dielektrikum air dengan kenaikan temperatur sehingga air sulit untuk memmisahkan muatan ionik. Jika tetapan ionisasi makin kecil, maka makin tergantung pada temperatur (Khopkar, 2008: 41-42).
Analisis dengan metode titrimetrik didasarkan pada reaksi kimia :
dimana a molekul analit, A bereaksi dengan t molekul pereaksi T. Pereaksi T yang disebut titran, ditambahkan secara kontinu, biasanya dari sebuah buret, dalam wujud larutan yang konsentrasinya diketahui. Larutan ini disebut larutan standar, dan konsentrasinya ditentukan dengan sebuah proses yang dinamakan standarisasi. Penambahan dari titran tetap dilakukan sampai jumlah T secara kimiawi sama dengan yang telah ditambahkan pada A. Selanjutnya akan dikatakan titik ekivalen dari titrasi telah dicapai. Agar diketahui kapan harus berhenti titran, kimiawan dapat menggunakan bahan kimia yaitu indicator, yang bereaksi terhadap titran yang berlebih dengan melakukan perubahan warna. Diharapkan bahwa, titik akhir tirasi ini sedekat mungkin dengan titik ekivalen. Untuk titrasi asam basa biasanya dipersiapkan larutan asam basa dari konsentrasi yang kira – kira diinginkan dan kemudian menstandarisasikan salah satuunya dengan sebuah standar primer. Larutan yang telah distandarisasi dapat digunakan sebagai standar sekunder untuk mendapatkan konsentrasi dari bahan larutan lainnya ( Underwood, 2001 : 48 ).
Titik ekivalen adalah titik pada titrasi ketika banyaknya asam dan basa yang dicampurkan ekivalen secara kimia. Indicator adalah pasangan asam basa konjugasi yang ditambahkan pada titrasi dalam jumlah yang sangat sedikit untuk memantau pH. Indikator membentuk asam dan basa yang berbeda warnanya. Indicator cenderung untuk bereaksi dengan kelebihan asam atau basa pada titrasi untuk menghasilkan warna yang dapat dilihat. Umumnya, jika memilih indicator untuk titrasi, dipilih indicator yang perubahan warnanya sama atau mendekati titik ekivalen titrasi tersebut. Indikator yang dipilih harus mempunyai perubahan warna pada harga pH di bagian curam dari kurva titrasi ( Bresnick S, 2002 : 67, 71 ).
Indicator asam basa adalah zat yang berubah warnanya atau membentuk flouresen atau kekeruhan pada suatu trayek pH tertentu. Indicator asam basa terletak pada ekuivalen dan ukuran dari pH. Zat – zat indicator dapat berupa asam atau basa, larut, stabil dan menunjukkan perubahan yang kuat serta biasanya adalah zat organic. Perubahan warna disebabkan oleh resonansi isomer electron. Berbagai indicator mempunyai tetapan ionisasi yang berbeda. Secara garis besra, indicator asam basa dapat diklasifikasikan dalam tiga golongan yaitu indicator fenolftalein dan indicator sulfoftalein, indicator azo dan indicator trimetilmetana ( Rivai, 2006 : 102 ).
Hasil penyerapan yang optimal diperoleh pada penambahan Na2CO3 sebanyak 0,75 gram dengan penyerapan uranium mencapai 88,5% berat, sehingga diperoleh perbandingan komposisi untuk Na2CO3 yang optimal alah 0,067. Semakin besar Na2CO3 yang ditambahkan, maka penyerapan uranium akan menurun. Hal ini dikarenakan banyaknya ion CO32- bebas dalam larutan, sehingga akan terserap oleh resin amberlit dan kapasitas serap resin untuk uranium menjadi berkurang. Sebaliknya jika Na2CO3 yang ditambahkan terlalu kecil maka uranium yang terbentuk menjadi [UO2( CO3 )3 ]4- sedikit, sehingga jumlah uranium yang terserap resin amberlit juga sedikit ( Aisyah dkk, 2009 ).
C. ALAT DAN BAHAN PRAKTIKUM
1. Alat praktikum:
a. Erlenmeyer 100 mL
b. Buret 50 mL
c. Statif
d. Pipet tetes
e. Gelas kimia 250 mL
f. Spatula
g. Gelas ukur 100 mL
h. Neraca analitik
2. Bahan praktikum:
a. Larutan HCl 0.1 N
b. Bubuk Na2B4O7 . 10H2O
c. Indikator fenolftalein
d. Indikator metil oranye
e. Aquades
f. Larutan sampel
D. SKEMA KERJA
C. HASIL PENGAMATAN
Percobaan | Perubahan Warna | Volume HCl ( mL ) |
Na2B4O7 . 10 H2O + MO Dititrasi dengan HCl 0,1 N | Orange muda Orange pekat | 21,6 |
Sampel + indicator PP Dititrasi dengan HCl ( I ) Titrasi II : larutan + MO Dititrasi dengan HCl ( II ) | Pink tua Pink muda Orange muda Orange pekat | 35, 8 4,8 |
D. ANALISA DATA
• Persamaan Reaksi
• Perhitungan
Diketahui :
m Na2B4O7.10H2O = 0,4 gr = 400 mg
Mr Na2B4O7.10H2O = 382
V HCl = 2,5 mL
Valensi Na2B4O7.10H2O = 2
Ditanya : N HCl . . .?
G. PEMBAHASAN
Titrasi asam dan basa merupakan teknik yang banyak digunakan untuk mentapkan secara tepat konsentrasi asam dan basa suatu larutan. Untuk titrasi asam basa biasanya dipersiapkan larutan asam – basa dari konsentrasi yang diinginkan dan kemudian mensrtandarisasikan salah satunya dengan sebuah standar primer.
Praktikum kali ini bertujuan agar dapat membuat larutan HCl 0,1 N, dapat melakukan standarisasi larutan HCl dengan natrium tetraborat serta dapat menentukan kadar NaOH dan Na2CO3 dalam sampel. Pada percobaan ini larutan HCl 0,1 N tidak dilakukan karena larutan HCl 0,1 N sudah tersedia. Pada praktikum kali ini digunakan larutan HCl yang distandarisasi sehingga larutan HCl disebut larutan standar sekunder dengan larutan standar primer Na2B4O7. Hali ini dikarenakan larutan asam lebih mudah dipertahankan maka larutan asam dipilih sebagai standar untuk suatu basa. Walaupun HCl tidak memenuhi syarat – syarat pemilihan larutan standar yang baik untuk titrasi, tetapi HCl tidak menyebabkan masalah dalam kebanyakan penerapan titrasi asam basa.
Dalam titrasi asam basa digunakan indicator untuk mengetahui titik akhir titrasi suatu larutan, karena pada saat titik akhir titrasi, indicator yang digunakan akan mengalami perubahan warna. Untuk menstandarisasi larutan HCl digunakan indicator Methyl Orange. Hal ini didasarkan pada pemikiran titik ekivalen titrasi berada pada rntang pH 3,1 – 4,4. Methyl Orange merupakan basa dan berwarna kuning dalam bentuk molekulnya. Namun titik akhir titrasi diperoleh pada saat larutan berubah warna menjadi orange pekat. Dari hasil titrasi diperoleh volume HCl yang digunakan untuk mencapai titik akhir titrasi adalah 21,6 mL sehingga dari hasil perhitungan pada analisis data dapat diperoleh hasil normalitas HCl yaitu sebesar 0,184 N.
Untuk menentukan kadar NaOH dan kada Na2CO3 dalam larutan sampel dapat dilakukan dengan titrasi yang menggunakan indicator fenolftalein ( pp ) dan Methyl Orange., dimana Na2CO3 bereaksi dengan HCl dalam 2 tahap yaitu titrasi sampel pertama kali digunakan indicator pp yang mempunyai rentang pH 8,3 – 10, ketika larutan sampel yang ditambahkan indicator pp warnanya pink tua. Hal ini disebabkan karena larutan sampel mengandung NaOH yang merupakan asam diprotik dan tidak berwarna menjadi pink tua dengan hilangnya proton kedua menjadi ion dengan system konjugat. Larutan setelah dititrasi menghasilkan warna pink muda. Ini menandakan telah tercapai titik akhir titrasi. Na2CO3 yang belum bereaksi dideteksi dengan titrasi selanjutnya dimana pada titrasi selanjutnya yang digunakan sebagai indicator adalah methyl orange yang titik ekivalen titrasinya terletak pada rentang pH perubahan warna dari indicator methyl orange, karena penggunaan indicator pp tidak akan memberikan perubahan warna sekalipundilakukan dengan titrasi volume HCl yang tidak melebihi titik ekivalen titrasi. Penambahan HCl berlanjut menyebabkan NaHCO3 bereaksi dengan H2CO3 yang merupakan asam hipotesis yang tidak stabil dan akan segera terurai mejadi CO2 dan H2O ( Ibnu, 2005 ).
Dengan tercapinya titik ekivalen titrasi yaitu pada saat Na2CO3 telah habis bereaksi dengan HCl maka titrasi dapat dihentikan. Dari hasil perhitungan pada analisa data didapatkan kadar NaOH sebesar 70,91%, sedangkan kadar Na2CO3 sebesar 29,09%.
H. KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan yang didapat, analisa data yang sudah diperhitungkan serta pembahasan yang sudah dikaji diatas, dapat ditarik beberapa kesimpulan, yaitu :
- Dalam melakukan titrasi asam basa, salah satu larutan distandarisasi dengan sebuah larutan standar primer dan larutan yang telah distandarisasi disebut larutan standar sekunder.
- Untuk melakukan titrsi digunakan indicator untuk mengetahui titik akhir titrasi karena indicator akan mengalami perubahan warna pada saat titik akhir titrasi.
- Indicator mempunyai rentang pH dan perubahan warna di sekitar ekivalen larutan.
- Kadar NaOH dan Na2CO3 dalam larutan sampel dapat ditentukan melalui titrasi dengan larutan standar HCl dan dengan indicator pp dan methyl orange.
- Kadar NaOH jauh lebih besar daripada kadar Na2CO3.
- Kadar NaOH yang didaptkan yaitu 70,91 % sedangkan kadar Na2CO3 yang didapatkan sebesar 29,094%.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, dkk.2009.Pengolahan Limbah Produksi Radioisotop Menggunakan Resin Penukar Anion.Tangerang.
(http://jurnal.sttn.batan.ac.id/wp-content/uploads/2010/03/D-2%20_AISYAH.pdf) 1 Desember 2010, 15.40 WITA
Bresnick, S. 2002. Intisari Kimia Umum. Jakarta. Hipokrates.
Khopkar, SM. 1990. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Rivai,Harrizul.2006.Asas Pemeriksaan Kimia . Jakarta : UI Press.
Underwood, A.L. , Day, R. A. 2002. Analisis Kimia Kuantitatif. Jakarta : Erlangga.
(sumber : Dian Acha Farhani)
0 komentar:
Post a Comment